• header
  • header

Selamat Datang di Website SMK S3 IDHATA CURUP Kelompok Pariwisata dan Kesehatan| Terima Kasih Kunjungannya.

Pencarian

Login Member

Username:
Password :

Kontak Kami


SMKS 3 IDHATA CURUP

NPSN : 10700614

Jl.Basuki Rahmat No.08 Dwi Tunggal Curup, Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu


smkidhatacurup@gmail.com

TLP : 0732-325466


          

Banner

Jajak Pendapat

Apakah SMK ini perlu untuk ditambahkan jumlah kompetensi keahliannya?
Ya, Perlu
Tidak Perlu
Tidak Tahu
  Lihat

Statistik


Total Hits : 444792
Pengunjung : 125501
Hari ini : 39
Hits hari ini : 80
Member Online : 0
IP : 3.233.221.90
Proxy : -
Browser : Opera Mini

Status Member

CERPEN BUSUK YANG TERPENDAM




BUSUK YANG TERPENDAM

Oleh: Rita Sakinah

 

“Bunga ini pertama kali ditemukan pada tahun 1818 di hutan Sumatera dan diberi nama sesuai sejarah penemunya yakni penggabungan antara Raffles dan Arnold. Siklus dari biji menempel ke inang sampai mekar sempurna, membutuhkan waktu 2,5 sampai 3 tahun. Bunga Rafflesia Arnoldi adalah bunga terbesar di dunia.” Ucap Pak Johan sebagai pemandu dalam study tour ini di kawasan hutan lindung yang terletak di Bengkulu Tengah.

Kemudian kami berpencar sesuai dengan kelompok masing-masing. Sayangnya aku tidak sekelompok dengan Dera sahabatku.

“Bunganya cantik tapi kenapa aromanya busuk ya?” Ucap Vinko.

“Kau tak pernah mendengar mitos tentang bunga Raflesia kah?”

Vinko menggeleng, Lalu kuceritakan tentang beberapa mitos yang pernah kudengar sembari menulis beberapa hal diperlukan untuk laporan nantinya. Termasuk kepercayaan suku Rejang yang mempercayainya sebagai bokor sirihnya para penunggu hutan atau Ibeun Sekedei.

Pikiranku masih berada di hari hilangnya gawai milikku, siapa yang mengambilnya?

“Zea. Mengapa kau menjadi orang yang berbeda semenjak SMA ini? Dari SD kau sudah pintar dan berprestasi, tetapi kenapa kau membuat dirimu terlihat bodoh? Lalu kenapa kau juga diam saja saat dibully. Kau tak pantas untuk itu.” Ujar Vinko yang membuatku bergetar, aku baru sadar bahwa banyak hal yang telah kukorbankan.

“Aku tidak tahu,” jawabku singkat.

Aku melanjutkan menulis, sedangkan Vinko mengambil foto dokumentasi. Sibuk dengan pikiranku sendiri. Tiba-tiba Vinko menarik tanganku.

“Lokasi gawaimu ada di sekitar sini!”

Aku melihat ke arah Vinko, mengambil alih ponsel pintar yang dipegang olehnya dan berlari meninggalkannya.

“Zea! Apa kau tahu daerah di sekitar sini hingga berlari tanpa berpikir? Bagaimana jika terjadi sesuatu padamu? Sepenting apa gawai itu untukmu, hah?”

Aku melihat sekeliling, tak menggubrisnya. Aku yakin orang itu ada di sekitar sini. Tiba-tiba terdengar langkah kaki seseorang. Vinko menarik tubuhku untuk bersembunyi.

Mataku melebar, tak percaya dengan apa yang kulihat. Tunggu. Dia Dera kan? 

Mungkin Dera di sini karena melihat aku berlari. Saat aku ingin keluar dari balik pohon, gerak gerik Dera membuatku berhenti. Dia mengeluarkan barang yang sudah telah lama kucari dari saku bajunya. Tidak salah lagi, itu adalah milikku.

“Dera? Dia sahabatmu, bukan?” Tanya Vinko.

Kulihat Dera mendekat ke arah jurang, mempersiapkan ancang-ancang untuk melempar gawaiku ke jurang. Sungguh aku tak percaya dengan apa yang kulihat. Bagaimana bisa Dera akan melakukan itu? Apa dia tahu isinya?

“Dera!” Aku menarik tangannya paksa.

“Aku tak percaya. Kenapa kau melakukan ini?”

“Ini salahmu! Kau menyimpan dokumen dan audio korupsi ayahku! Bagaimana aku bisa diam hah!” teriak Dera.

Bagaimana dia tahu jika ada bukti korupsi dana sekolah di gawaiku.

“Itu bukan salah Zea! Apa kau tidak sadar? Selama ini Zea seperti bunga rafflesia yang membusukkan diri hanya untuk orang lain!”

Vinko bicara begitu saja.

“Membuat nilainya lebih rendah darimu hanya karena dia tak mau kau disiksa di rumah akibat tak jadi juara kelas. Dia melakukannya hanya untukmu! Tapi kau malah melakukan ini?”

Kutatap mata sahabatku yang mulai sembab, satu-satunya teman terbaikku yang mau berteman dengan anak yatim piatu yang tak punya siapa-siapa. Seperti mitos lain tentang bunga Rafflesia yang menyerap semua aroma busuk dari tanaman lain agar hutan dan ekosistem di sekelilingnya subur. Tanpa sadar aku melakukan hal itu.

“Aku tak peduli.”

Dera bersiap melempar gawai milikku ke arah jurang, namun segera kutarik.

“Lepaskan!” Dera berteriak.

“Tidak! Ini milikku!” Aku menarik sekuat tenaga untuk sesuatu yang memang milikku.

Vinko membantu menarik, hingga entah bagaimana Dera terpeleset hampir jatuh ke jurang. Matanya terpejam selolah telah mengikhlaskan.

“Dera!”

***

“Ayah!”

Aku memandang datar tanpa ekspresi, melihat Dera yang menangis melihat ayahnya dibawa pihak berwajib karena kasus korupsi dana bantuan operasional sekolah. Kuputuskan untuk menyerahkan rekaman itu pada kepolisian yang mencari bukti tambahan.

“Kenapa saat itu kau menyelematkannya di tepian jurang?” Tanya Vinko di sebelahku.

“Karena kita manusia.”

Dera menatap ke arahku. Kutatap balik dirinya. Betapa bedanya cara Dera menatapku saat kami masih berteman dulu dan hari ini. Sungguh berbeda.

 




Share This Post To :

Kembali ke Atas

Artikel Lainnya :




Silahkan Isi Komentar dari tulisan artikel diatas :

Nama :

E-mail :

Komentar :

          

Kode :


 

Komentar :


   Kembali ke Atas